Hutan Indonesia Akan Punah  

Posted by Jendela Alam Tropika


Berita Bumi, Ani Purwati - 04 Mar 2009

Indonesia akan mengalami kepunahan hutan dan air bila kondisi kawasan kritis terus berlanjut. Demikian ungkap Rachmat Witoelar sebagai Menteri Lingkungan Hidup saat konferensi pers dalam rangka kunjungan empat menteri di kawasan puncak Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Senin (2/3).

Menurutnya, data Kementerian Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa kondisi kritis telah terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) di Jawa Barat sejak 3-4 tahun lalu hingga sekarang.

Contohnya di daerah aliran sungai Ciliwung pada tahun 2000 luas tutupan hutannya 4918 hektar (9,43 %) dan berkurang menjadi 4162 hektar (7,98%) pada tahun 2005. Pada tahun 2007 kembali mengalami penurunan yang signifikan, dimana luas tutupan hutannya tinggal 1665 hektar (3,19%) dan terakhir berkurang menjadi 1265 hektar (2,42 %).

“Di sini terlihat bahwa dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2008 telah terjadi pengurangan luas hutan yang sangat signifikan sebesar 7,01%,” jelas Witoelar.

Witoelar mengatakan bahwa kondisi kritis itu merupakan hasil kesalahan semua pihak yang tidak mentaati aturan tata ruang dan dengan mudah mengalihkannya pada hal-hal yang bertentangan dengan yang diinginkan.

Hal itu yang mendorong empat menteri datang ke kawasan DAS Ciliwung untuk melihat secara holistic dan menanganinya secara serius.

Mengenai masalah penegakan hukum, banyak vila-vila di kawasan lindung Cisarua yang melanggar. Witoelar menekankan bahwa tidak akan ada pembedaan dalam penegakan hukum. Pada saatnya dengan jadwal tertentu, para pemilik 250 vila yang telah terdata KLH harus membongkar dan mengembalikannya seperti kondisi alam sebelumnya yang lestari tanpa bangunan.

“Yang tadinya merupakan tutupan pohon ya kita kembalikan menjadi pohon lagi. Seharusnya di atas 300 meter tidak boleh ada bangunan,” kata witoelar.

Menurutnya empat menteri yang terdiri dari Menteri Negara Lingkungan Hidup, Pekerjaan Umum, Pertanian, dan Kehutanan berharap daerah secara bersama-sama sadar untuk memperhatikan masalah lingkungan setelah kunjungan mereka. Selanjutnya akan ada Kepres dimana kegiatan bersama emapat menteri itu akan dimasukkan dalam perencanaan kegiatan 20 tahun untuk memulihkan hutan ini dalam jangka panjang. Sedangkan untuk jangka pendek selama lima tahun melakukan penanaman satu juta pohon.

MS Ka’ban sebagai Menteri Kehutanan menyampaikan bahwa yang paling penting adalah manajemen dari hulu ke hilir kawasan DAS harus satu, pengelolaannya selalu sinkron, antara pekerjaan umum, pertanian dan kebijakan Pemerintah Daerah dalam penggunaan tata ruang.

Jangan terlalu mudah memberi hak guna bangunan kepada pihak yang tidak disiplin dalam pemanfaatan kawasan sensitive seperti hutan lindung. Vila-vila hanya sebagian kecil saja. Yang jelas hulu dan hilir harus ada manajemen yang bersinergi.

Sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat, Dede Yususf berharap agar kegiatan bersama empat menteri itu sekaligus menjadi gerakan bersama dan tidak tertutup kemungkinan bagi terbentuknya Kaukus Lingkungan di Jawa Barat terkait masalah DAS Ciliwung dan yang lainnya.

Untuk menindaklanjuti kesepakatan emapt menteri tersebut, Yusuf menyarankan adanya polisi hutan. Karena masalah yang dihadapi bukan hanya regulasi tapi masalah penyidikan dan penindakan.

“Ketika kita sudah menanam tapi siapa yang melakukan penindakan ketika ada pabrik-pabrik atau vila-vila yang merusak,” katanya.

Yang kedua Yusuf berharap adanya insentif dan disinsentif lingkungan hidup dari hilir ke hulu. Selama ini hilir dengan bermacam kegiatan terutama pabrik-pabrik banyak mendapatkan keuntungan dari hulu, sehingga perlu adanya insentif untuk perbaikan hulu. Misalnya DKI Jakarta memberi insentif pada Pemerintah Daerah Jabar untuk memperbaiki hulu dengan kegiatan penanaman.

Mengenai insentif dan disinsentif, Joko Kirmanto sebagai Menteri Pekerjaan Umum mengatakan bahwa UU Tata Ruang dan PP nya sudah mengaturnya. Kalau hulu rusak yang paling terkena dampak adalah hilir. Oleh sebab itu perlu pengaturan sedemikian rupa agar di hulu jangan membangun real estate semaunya yang bisa berdampak ke hilir. Maka hilir bisa membayar insentif sehingga di kawasan hulu (di atas) tidak melakukan sesuatu yang merusak keseimbangan alam.

Anton Apriantono sebagai Menteri Pertanian menyebutkan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan masing-masing departemen bersifat percontohan karena Indonesia begitu luas, maka perlu adanya gerakan masyarakat sebagai kuncinya.

“Tanpa kesadaran masyarakat secara bersama, rasanya program-program seperti ini bagaikan meneteskan garam ke laut,” kata Apriantono.

Menurutnya, menjadi tugas bersama pemerintah pusat, daerah dan masyarakat untuk melakukan gerakan massal penyelamatan lingkungan. Karena kekuatan terbesar ada pada masyarakat.

Untuk menindaklanjuti kesepakatan bersama antara empat menteri dalam upaya bersama pemulihan Daerah Aliran Sungai (DAS) pada 2006, empat menteri yang terdiri dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Departemen Pekerjaan Umum (DPU), Departemen Pertanian (Deptan) dan Departemen Kehutanan (Dephut) mengadakan kunjungan kerja di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, Bogor Jawa Barat (Jabar). Empat menteri tersebut melakukan kunjungan ke demplot penanaman, biopori dan sediment trap oleh KLH, sumur resapan di lahan pertanian oleh Deptan, dan pemberdayaan masyarakat dalam agroforestry berupa budidaya jamur oleh Dephut.

Dilanjutkan berkunjung ke demplot instalasi biogas dari kotoran sapi di Desa Cibeureum, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua yang dilaksanakan KLH, serta kunjungan ke demplot kegiatan WC Komunal dan septictank yang dilaksanakan DPU di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung.